Alam semesta
tersusun atas dua komponen utama, yaitu materi dan energi. Materi
adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Materi dapat
berupa salah satu dari tiga wujud berikut, yaitu: padat, cair, dan gas.
Pada tingkat makroskopis,
yaitu tingkatan yang dapat kita amati langsung dengan indera kita, padatan
mempunyai bentuk tertentu dan menempati ruang tertentu pula. Pada tingkat mikroskopis
(ketika bendanya sangat kecil sehingga tidak dapat diamati secara langsung),
partikel penyusun padatan sangat berdekatan satu sama lainnya, merapat
membentuk struktur dengan tatanan pola tertentu (struktur Kristal),
dan tidak dapat bergerak dengan mudah.
Tidak seperti padatan, cairan
tidak memiliki bentuk tertentu tetapi memiliki volume tertentu seperti pada padatan.
Bentuk cairan
mengikuti wadah dimana cairan tersebut berada. Partikel-partikel pada cairan terpisah
lebih jauh dibandingkan padatan, dan partikel tersebut lebih mudah bergerak.
Kekuatan tarik-menarik antar partikel cairan lebih lemah dibandingkan padatan.
Gas tidak memiliki bentuk dan volume tertentu. Pada gas,
partikel-partikel terpisah lebih jauh daripada ketika berupa padatan atau
cairan.
Gerakan partikel pada gas tidak saling tergantung. Karena jarak antar partikel yang
jauh dan masing-masing partikel dapat bergerak bebas, gas mengambang
memenuhi seluruh ruang yang ditempatinya.
Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Energi
dapat berbentuk macam-macam, seperti energi panas, energi cahaya, energi
listrik, dan energi mekanik. Ada dua penggolongan energi yang umum dan penting
bagi kimiawan, yaitu:
1. Energi Kinetik
Energi kinetik
adalah energi gerak. Para kimiawan mempelajari partikel yang bergerak,
khususnya gas, karena energi kinetik dari partikel ini membantu untuk
menentukan apakah suatu reaksi dapat terjadi, selain faktor ada tidaknya
tumbukan antar partikel dan perpindahan energi.
2. Energi Potensial
Energi
potensial adalah energi yang tersimpan. Setiap benda mempunyai energi
potensial yang tersimpan berdasarkan posisinya. Para kimiawan lebih tertarik
dengan energi potensial yang tersimpan dalam ikatan kimia, yaitu gaya yang
menyatukan atom-atom di dalam senyawa. Energi potensial tersebut akan
dibebaskan menjadi bentuk energi lainnya saat reaksi kimia. Energi potensial
yang ada pada ikatan kimia berhubungan dengan jenis ikatan dan jumlah ikatan
yang memiliki kemampuan untuk putus dan membentuk ikatan baru.
Semua reaksi
kimia mengikuti dua hukum dasar, yaitu hukum kekekalan massa dan hukum
kekekalan energi. Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa massa zat sebelum
bereaksi harus sama dengan massa zat setelah bereaksi. Sementara hukum
kekekalan energi (Hukum
Termodinamika I) menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan; energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya. Dengan kata lain, total energi di alam semesta selalu konstan.
Semua reaksi
kimia dapat menyerap maupun melepaskan energi dalam bentuk panas (kalor). Kalor adalah
perpindahan energi termal antara dua materi yang memiliki perbedaan temperatur.
Kalor selalu mengalir dari benda
panas menuju benda dingin. Termokimia adalah kajian
tentang perpindahan kalor yang terjadi dalam reaksi kimia (kalor yang menyertai
suatu reaksi kimia).
Aliran kalor
yang terjadi dalam reaksi kimia dapat dijelaskan melalui konsep sistem-lingkungan.
Sistem
adalah bagian spesifik (khusus) yang sedang dipelajari oleh kimiawan. Reaksi
kimia yang sedang diujicobakan (reagen-reagen yang sedang dicampurkan) dalam
tabung reaksi merupakan sistem. Sementara, lingkungan adalah area di luar sistem,
area yang mengelilingi sistem. Dalam hal ini, tabung reaksi, tempat
berlangsungnya reaksi kimia, merupakan lingkungan.
Ada tiga jenis
sistem.
Sistem
terbuka, mengizinkan perpindahan massa dan energi dalam bentuk
kalor dengan lingkungannya.
Sistem
tertutup, hanya mengizinkan perpindahan kalor dengan lingkungannya,
tetapi tidak untuk massa. Sedangkan sistem terisolasi tidak mengizinkan
perpindahan massa maupun kalor dengan lingkungannya.
Pembakaran gas
hidrogen dengan gas oksigen adalah salah satu contoh reaksi kimia dapat
menghasilkan kalor dalam jumlah besar. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
2 H2(g)
+ O2(g) –> 2 H2O(l) + energi
Dalam reaksi
ini, baik produk maupun reaktan merupakan sistem, sedangkan sekeliling
reaksi kimia merupakan lingkungan. Oleh karena energi tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan, hilangnya sejumlah energi pada sistem akan
ditampung pada lingkungan. Dengan demikian, kalor yang dihasilkan dari
reaksi pembakaran ini sesungguhnya merupakan hasil perpindahan kalor dari
sistem
menuju lingkungan.
Ini adalah contoh reaksi eksoterm, yaitu reaksi yang melepaskan kalor, reaksi yang
memindahkan kalor ke lingkungan.
Penguraian
(dekomposisi) senyawa raksa (II) oksida hanya dapat terjadi pada temperatur
tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
energi + 2 HgO(s) –> 2 Hg(l) +
O2(g)
Reaksi ini
adalah salah satu contoh dari reaksi endoterm, yaitu reaksi yang menyerap
(membutuhkan) kalor, reaksi yang memindahkan kalor dari lingkungan ke
sistem.
Reaksi eksoterm merupakan
reaksi yang memancarkan (melepaskan) kalor saat reaktan berubah menjadi produk.
Reaktan memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibandingkan produk, sehingga
energi dibebaskan pada perubahan reaktan menjadi produk. Sebaliknya, pada
reaksi endoterm
terjadi hal yang berlawanan. Pada reaksi endoterm,
terjadi penyerapan kalor pada perubahan dari reaktan menjadi produk. Dengan
demikian, reaktan memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan
produk.
Termokimia merupakan salah satu kajian khusus dari Termodinamika,
yaitu kajian mendalam mengenai hubungan antara kalor dengan bentuk energi
lainnya. Dalam termodinamika, kita mempelajari keadaan sistem,
yaitu sifat makroskopis yang dimiliki materi, seperti energi,
temperatur, tekanan, dan volume. Keempat sifat tersebut merupakan fungsi keadaan, yaitu sifat
materi yang hanya bergantung pada keadaan sistem, tidak
memperhitungkan bagaimana cara mencapai keadaan tersebut. Artinya, pada
saat keadaan
sistem mengalami perubahan, besarnya perubahan hanya bergantung
pada kondisi awal dan akhir sistem, tidak bergantung pada cara mencapai keadaan
tersebut.
Hukum Termodinamika I disusun berdasarkan konsep hukum kekekalan energi
yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan;
energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Dalam kajian
Hukum
Termodinamika I, kita akan mempelajari hubungan antara kalor, usaha (kerja),
dan perubahan
energi dalam (ΔU).
Perubahan
energi dalam (ΔU) dapat dinyatakan dalam persamaan ΔU = Uf – Ui,
dimana Uf adalah energi dalam setelah mengalami suatu proses dan Ui
adalah energi dalam sebelum mengalami suatu proses. Perubahan energi dalam (ΔU)
merupakan fungsi keadaan. Energi dalam (U) akan bertambah jika sistem menerima
kalor dari lingkungan dan menerima usaha (kerja) dari lingkungan. Sebaliknya,
energi dalam (U) akan berkurang jika sistem melepaskan kalor ke lingkungan dan
melakukan kerja (usaha) terhadap lingkungan. Dengan demikian, hubungan antara kalor, usaha (kerja),
dan perubahan
energi dalam (ΔU) dapat dinyatakan dalam persamaan sederhana
berikut:
ΔU = Q + W
Perubahan
energi dalam (ΔU) adalah penjumlahan dari perpindahan kalor (Q) yang terjadi
antar sistem-lingkungan dan kerja (W) yang dilakukan oleh-diberikan kepada sistem.
Proses
|
Tanda
|
Melepaskan kalor (Q) dari sistem ke lingkungan
(eksoterm)
|
-
|
Menerima kalor (Q) dari lingkungan ke sistem (endoterm)
|
+
|
Kerja (W) dilakukan oleh sistem terhadap lingkungan (melakukan kerja)
|
-
|
Kerja (W) dilakukan oleh lingkungan terhadap sistem (menerima kerja)
|
+
|
Reaksi kimia
umumnya berlangsung pada tekanan tetap. Sesuai dengan Hukum Termodinamika I,
persamaan pada kondisi tekanan tetap akan menjadi seperti berikut:
ΔU = Q + W
ΔU = Qp
– P.ΔV
Sehingga, Qp
= ΔU + P.ΔV atau ΔH = ΔU + P.ΔV
Qp disebut
dengan istilah perubahan entalpi (ΔH), yaitu perubahan kalor yang
dialami suatu zat pada tekanan tetap. Perubahan entalpi (ΔH) adalah
penjumlahan energi dalam dan kerja. Oleh karena U, P, dan V merupakan fungsi keadaan,
maka H juga
merupakan fungsi
keadaan. Dengan demikian, perubahan entalpi (ΔH) adalah
fungsi yang hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir zat, tidak bergantung
pada cara mencapai keadaan tersebut.
Berdasarkan
jenis reaksi yang terjadi, perubahan entalpi (ΔH) reaksi dapat dikelompokkan menjadi
empat jenis, antara lain:
1. Perubahan entalpi pembentukan
standar (ΔH°f)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses pembentukan satu mol senyawa melalui
unsur-unsurnya. Sebagai contoh, reaksi ½ H2(g) + ½ I2(s)
HI(g) merupakan reaksi pembentukan 1 mol senyawa HI. Kalor yang
terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°f HI.
2. Perubahan entalpi penguraian
standar (ΔH°d)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses penguraian satu mol senyawa menjadi
unsur-unsur pembentuknya. Sebagai contoh, reaksi HI(g) ½ H2(g)
+ ½ I2(s) merupakan reaksi penguraian 1 mol senyawa HI. Kalor
yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°d HI. Reaksi
penguraian merupakan kebalikan dari reaksi pembentukan. Dengan demikian, tanda
ΔH°d berkebalikan dengan tanda ΔH°f.
3. Perubahan entalpi pembakaran
standar (ΔH°c)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses pembakaran satu mol unsur atau satu mol
senyawa dengan oksigen. Sebagai contoh, reaksi C(s) + O2(g) CO2(g)
merupakan reaksi pembakaran 1 mol unsur C. Kalor yang terlibat dalam reaksi ini
disebut ΔH°c C. Contoh lain, reaksi pembakaran belerang dioksida, SO2(g)
+ ½ O2(g) SO3(g). Kalor yang terlibat dalam reaksi
ini disebut ΔH°c SO2.
4. Perubahan entalpi netralisasi
standar (ΔH°n)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses reaksi satu mol senyawa asam (H+)
dengan satu mol senyawa basa (OH-). Sebagai contoh, reaksi HCl(aq)
+ NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
merupakan reaksi netralisasi satu mol asam terhadap satu mol basa. Kalor yang
terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°n.
Reaksi kimia
umumnya berlangsung pada tekanan tetap. Perpindahan kalor yang terjadi saat
reaktan berubah menjadi produk disebut perubahan entalpi reaksi (ΔH) dan
dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
ΔH = Hproduk - Hreaktan
Entalpi reaksi
(ΔH) dapat bertanda positif maupun negatif, tergantung proses yang terjadi.
Pada reaksi endoterm,
kalor berpindah dari lingkungan ke sistem, menyebabkan entalpi produk lebih
tinggi dibandingkan entalpi reaktan, sehingga ΔH bertanda positif (ΔH>0).
Sebaliknya, pada reaksi eksoterm, kalor berpindah dari sistem ke lingkungan,
menyebabkan entalpi produk lebih rendah dibandingkan entalpi reaktan, sehingga ΔH bertanda negatif
(ΔH<0).
Persamaan Termokimia merupakan persamaan reaksi kimia yang dilengkapi
dengan nilai entalpi reaksinya. Melalui persamaan termokimia, selain mengetahui
perubahan yang terjadi dari reaktan menjadi produk, kita juga sekaligus dapat
mengetahui apakah proses ini membutuhkan kalor (endoterm) atau melepaskan
panas (eksoterm).
Berikut ini diberikan beberapa persamaan termokimia:
CH4(g)
+ 2 O2(g) –> CO2(g) + 2 H2O(l) ΔH
= -890,4 kJ/mol
SO2(g) +
½ O2(g) –> SO3(g) ΔH = -99,1 kJ/mol
Entalpi
merupakan salah satu sifat ekstensif materi. Sifat ekstensif materi
bergantung pada kuantitas (jumlah) materi tersebut. Oleh karena itu, bila suatu
persamaan termokimia dikalikan dengan faktor n, maka nilai ΔH juga ikut
dikalikan dengan faktor n. Sebagai contoh:
H2O(s)
–> H2O(l) ΔH = +6,01 kJ/mol
(untuk
melelehkan satu mol es diperlukan kalor sebesar 6,01 kJ)
2 H2O(s)
–> 2 H2O(l) ΔH = 2(+6,01 kJ/mol) = +12,02 kJ/mol
(untuk
melelehkan dua mol es diperlukan kalor sebesar dua kali kalor pelelehan satu
mol es)
Ketika suatu
persamaan reaksi dibalik, posisi reaktan dan produk akan saling tertukar satu
sama lainnya. Dengan demikian, nilai ΔH akan tetap dipertahankan, akan tetapi
tandanya berubah [dari (+) menjadi (–) atau sebaliknya dari (– )menjadi( +)].
Sebagai contoh:
H2O(s)
–> H2O(l) ΔH = +6,01 kJ/mol
H2O(l)
–> H2O(s) ΔH = -6,01 kJ/mol
Dalam
laboratorium, perubahan kalor yang terjadi akibat proses fisika maupun kimia
dapat diukur dengan kalorimeter. Prinsip perhitungan entalpi reaksi melalui
metode kalorimeter memanfaatkan Azas Black, yaitu kalor reaksi
sebanding dengan massa zat yang bereaksi, kalor jenis zat yang bereaksi, dan
perubahan temperatur yang diakibatkan oleh reaksi tersebut. Secara matematis, Azas Black
dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
Q = m . c . ΔT
Q = kalor
reaksi (J)
m =massa zat
yang bereaksi (g)
c = kalor
jenis zat (J/g.°C)
ΔT = perubahan
temperatur (°C)
Jumlah mol zat
yang bereaksi dapat dihitung dengan salah satu dari persamaan berikut:
n = massa zat
yang bereaksi / massa molar (Mr) zat tersebut
atau
n = Molaritas
. Volume (khusus untuk larutan)
Satuan ΔH
adalah joule per mol atau kilojoule per mol. Hubungan kalor reaksi (Q), jumlah
mol zat yang bereaksi (n), dan entalpi reaksi (ΔH) dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut:
ΔH = Q / n
Selain
menggunakan metode kalorimeter, entalpi reaksi dapat pula ditentukan melalui
beberapa metode lainnya. Salah satu metode yang sering digunakan para kimiawan
untuk mempelajari entalpi suatu reaksi kimia adalah melalui kombinasi data-data ΔH°f.
Keadaan standar (subskrip °) menunjukkan bahwa pengukuran entalpi
dilakukan pada keadaan standar, yaitu pada tekanan 1 atm dan suhu 25°C. Sesuai
kesepakatan, ΔH°f unsur bebas bernilai 0, sedangkan ΔH°f
senyawa tidak sama dengan nol (ΔH°f unsur maupun senyawa dapat
dilihat pada Tabel Termokimia).
Kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi kimia apabila ΔH°f unsur
maupun senyawa yang terlibat dalam reaksi tersebut diberikan. Sebagai contoh,
berikut ini diberikan suatu reaksi hipotetis:
a A + b B
—————> c C + d D
Jika diberikan
data:
ΔH°f A
= p kJ/mol
ΔH°f B
= q kJ/mol
ΔH°f
C = r kJ/mol
ΔH°f
D = s kJ/mol
a, b, c, dan d
adalah koefisien reaksi untuk masing-masing zat A, B, C, dan D. Maka ΔH reaksi
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
ΔHreaksi =
[c(ΔH°f C )+ d(ΔH°f D)] – [a(ΔH°f A) + b(ΔH°f
B)]
ΔHreaksi
= [c.r + d.s] – [a.p + b.q]
Dengan
demikian, entalpi suatu reaksi adalah penjumlahan entalpi produk yand dikurangi
dengan penjumlahan entalpi reaktan. Singkat kata,
ΔHreaksi = ΣΔH°f produk
– ΣΔH°f reaktan
(jangan
lupa masing-masing dikalikan terlebih dahulu dengan koefisien reaksinya)
Beberapa
senyawa tidak dapat dihasilkan langsung dari unsur-unsurnya. Reaksi semacam ini
melibatkan beberapa tahapan reaksi. Untuk menentukan entalpi reaksinya, kita
dapat menggunakan hukum penjumlahan entalpi reaksi yang dikembangkan oleh Germain Hess,
seorang ilmuwan berkebangsaan Swiss. Metode ini lebih dikenal dengan istilah Hukum Hess.
Hukum Hess menyatakan bahwa entalpi reaksi tidak
bergantung pada jalannya reaksi, tetapi hanya bergantung pada kondisi awal
(reaktan) dan kondisi akhir (produk)reaksi. Ini merupakan konsekuensi dari
sifat fungsi
keadaan yang dimilki oleh entalpi. Hal ini berarti, nilai ΔH
akan sama, baik reaksi berlangsung dalam satu tahap maupun beberapa tahap.
Sebagai
contoh, kita ingin menentukan entalpi pembentukan gas karbon monoksida (CO).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C(grafit)
+ ½ o2(g) –> CO(g)
Kita tidak
dapat menentukan ΔH°f CO secara langsung, sebab pembakaran grafit
akan menghasilkan sejumlah gas CO2. Oleh sebab itu, kita dapat
menggunakan cara tidak langsung dengan Hukum Hess. Diberikan dua persamaan
reaksi termokimia yang berkaitan dengan gas CO, masing-masing adalah sebagai
berikut:
(1)
C(grafit) + O2(g) –> CO2(g) ΔH
= -393,5 kJ/mol
(2)
CO(g) + ½ o2(g) –> CO2(g) ΔH
= -283,0 kJ/mol
Untuk
mendapatkan reaksi pembentukan CO, reaksi (1) dipertahankan (tetap), sementara
reaksi (2) dibalik (jangan lupa mengubah tanda pada ΔH). Selanjutnya
jumlahkan kedua reaksi tersebut.
(1)
C(grafit) + O2(g) –> CO2(g) ΔH =
-393,5 kJ/mol
(2)
CO2(g) –> CO(g) + ½ o2(g) ΔH =
+283,0 kJ/mol +
C(grafit)
+ ½ o2(g) –> CO(g) ΔH = -110,5
kJ/mol
Dengan
menjumlahkan kedua reaksi tersebut, kita telah memperoleh reaksi pembentukan CO
dengan ΔH reaksi sebesar -110,5 kJ/mol. Spesi CO2 di ruas kiri dan
kanan saling meniadakan. Dengan demikian, reaksi-reaksi yang akan dijumlahkan
harus disusun sedemikian rupa, sehingga spesi yang tidak diharapkan dapat
dihilangkan dan hanya tersisa reaktan dan produk yang diinginkan dalam reaksi
kimia.
Kestabilan
suatu molekul ditentukan oleh besarnya energi (entalpi) ikatan, yaitu
perubahan entalpi yang terjadi saat pemutusan satu mol molekul dalam wujud gas.
Semakin besar energi ikatan, semakin stabil ikatan bersangkutan.
Besarnya entalpi
ikatan dapat dilihat pada Tabel Termokimia.
Reaksi kimia
pada dasarnya merupakan peristiwa pemutusan-penggabungan ikatan. Saat
reaksi kimia berlangsung, reaktan akan mengalami pemutusan ikatan, menghasilkan
atom-atom yang akan bergabung kembali membentuk produk dengan sejumlah ikatan
baru. Dengan mengetahui nilai entalpi masing-masing ikatan, kita dapat
menghitung entalpi suatu reaksi kimia. Oleh karena pemutusan ikatan kimia
selalu membutuhkan sejumlah kalor dan sebaliknya pembentukan ikatan kimia baru
selalu disertai dengan pelepasan kalor, maka selisihnya dapat berupa pelepasan
(eksoterm)
maupun penyerapan (endoterm) kalor.
Jika kalor
yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan lebih tinggi dibandingkan kalor yang
dilepaskan pada saat pembentukan ikatan, maka reaksi tersebut membutuhkan kalor
(endoterm)
Jika kalor
yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan lebih rendah dibandingkan kalor yang
dilepaskan pada saat pembentukan ikatan, maka reaksi tersebut melepaskan kalor
(eksoterm)
Persamaan yang
dapat digunakan untuk menghitung entalpi reaksi dari data energi ikatan
adalah sebagai berikut:
ΔH = Σenergi ikatan reaktan –
Σenergi ikatan produk
ΔH = Σenergi yang dibutuhkan –
Σenergi yang dilepaskan
Sebagai
contoh, diberikan data energi ikatan sebagai berikut:
H-H = 436,4
kJ/mol
O=O = 498,7
kJ/mol
O-H = 460
kJ/mol
Dengan
menggunakan data-data tersebut, maka entalpi reaksi 2 H2(g) + O2(g)
–> 2 H2O(g) dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut:
ΔH = Σenergi
ikatan reaktan – Σenergi ikatan produk
ΔH = [2.energi
ikatan H-H + 1.energi ikatan O=O] – [4.energi ikatan O-H]
ΔH = [2(436,4)
+ 1(498,7)] – [4(460)]
ΔH = 1371,5 –
1840 = -468,5 kJ/mol
No comments:
Post a Comment