EUFORIA SEPAK BOLA
PEMBANGKIT NASIONALISME PEMUDA INDONESIA
ARTIKEL
Disusun Oleh:
Nama
|
:
|
Arif Rahman Hakim (5658)
|
Sekolah
|
:
|
SMA Negeri 1 Kedungwuni
|
Alamat
|
:
|
Jalan Paesan Utara Kedungwuni
Kabupaten Pekalongan
|
Pembimbing
|
:
|
Kusmugowaluyo, S.Pd, M.Pd
|
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PEKALONGAN
SMA NEGERI 1 KEDUNGWUNI
TAHUN 2011
I.
PENDAHULUAN
Nasionalisme
merupakan satu dari beberapa faktor yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia.
Melalui nasionalisme warga negara Indonesia dapat bersatu dan melalui nasionalisme pula bangsa Indonesia dapat
terlepas dari belenggu kolonial.
Cinta tanah
air termasuk bagian dari nasionalisme. Perwujudan rasa cinta tanah air dapat
dinyatakan dalam segala macam aspek kehidupan termasuk didalamnya adalah
memberikan dukungan untuk Timnas Indonesia ketika bertanding di atas rumput hijau
melawan negara lain dari seluruh penjuru dunia.
Menurut
pengamatan penulis, akhir-akhir ini rakyat Indonesia sedang ramai berbicara mengenai
bola, begitu pula tentang kabar terbaru tentang Timnas Garuda. Bukan hanya para
pecinta bola saja yang melakukan hal tersebut, melainkan mereka yang tidak suka
bola pun ikut-ikutan sekadar menonton saat Timnas Garuda bertanding. Bahkan
banyak dari mereka yang akhirnya ikut melangkahkan kakinya untuk menonton pertandingan
di lapangan Gelora Bung Karno padahal sama sekali mereka tidak menyukai olah raga yang satu ini. Lalu
mengapa rakyat negeri ini seolah begitu cinta dengan bola?
Ternyata jawabannya
adalah rasa cinta mereka terhadap Timnas yang sedang berjuang untuk bisa
membanggakan bangsa Indonesia. Mereka melakukan itu semua karena rasa nasionalisme mereka
tersentuh. Mereka sedang menunjukkan kecintaannya pada negeri tercinta. Namun satu hal yang berlawanan
menurut pengamatan penulis yaitu rasa nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia
dalam wujud cinta tanah air itu sering padam menyala seperti api unggun, kadang
meredup ketika Timnas yang didukung kalah dan menyala di kala Timnas tersebut
menang.
Berdasarkan
deskripsi yang telah dikemukakan, penulis tergugah untuk membuat suatu artikel dengan judul “Euforia Sepak Bola Pembangkit
Nasionalisme Pemuda Indonesia”. Adapun tujuan penulisan ini adalah ingin
menelusuri apakah dengan euforia sepak bola rasa nasionalisme pemuda bangsa Indonesia
di era kekinian masih ada. Kedua, apakah dengan euforia sepak bola mampu membangkitkan
nasionalisme pemuda Indonesia, dan yang ketiga kegiatan apa saja yang dapat menumbuhkan rasa
nasionalisme pemuda Indonesia di masa kini.
Salah
satu manfaat penulisan ini antara lain memberikan informasi mengenai hubungan antara
sepak bola dan nasionalisme sehingga pandangan masyarakat yang selama ini
menganggap sepak bola hanya sekadar sebagai olah raga biasa dapat berubah, mengingat dalam
kenyataannya olah raga yang satu ini juga dapat meningkatkan rasa nasionalisme.
II. PEMBAHASAN
Setelah tontonan spektakuler World Cup usai pertengahan Juli tahun lalu, akhir 2010 jutaan mata
di Indonesia kembali tertuju ke benda bulat yang bernama bola. Masyarakat Indonesia berbondong-bondong menuju
Gelora Bung Karno (GBK) untuk menyaksikan pertandingan sepak bola di mana Tim Nasional sebagai salah satu kesebelasan yang ikut bertanding. Mereka rela menghabiskan waktu
berjam-jam dengan mendapatkan selembar tiket masuk. Bedanya,
jika piala dunia kemarin masyarakat
Indonesia menjagokan pilihan masing-masing kepada negara kelas kakap dalam
percaturan sepak bola sejagad, kali ini tidak. Kali ini, dukungan masyarakat
Indonesia terhimpun dalam satu suara yang sama sebab tim yang berlaga atraktif
dan mempesona
adalah kesebelasan Timnas Indonesia sendiri.
Dalam kesempatan itu simbol Garuda Pancasila yang
dikumandangkan melalui lagu Garuda di Dadaku membahana di setiap sudut kota.
Anak-anak usia Sekolah Dasar pun ceria sembari berlari menendangkan lagu ini.
Maklum, masyarakat Indonesia dari
segala umur dapat dibilang mendadak demam bola sejak
kemenangan berturut-turut mulai dari babak penyisihan Asia Football Federation (AFF). Berawal dari kemenangan besar 5-1 atas
Malaysia, membantai Laos 6-0, menundukkan Thailand 2-1, dan mempermalukan
Filipina 2-0 dalam dua babak semifinal. Tentu saja sebagian penonton
kesebelasan Timnas baik langsung menyaksikan
di GBK maupun melalui stasiun televisi di rumah
merupakan penggemar atau penggila bola. Namun, penonton tetaplah penonton. Tak
perlu dibedakan antara mereka yang memang gila bola maupun yang tidak.
Lantas, adakah yang perlu dibedakan? Nasionalismelah
yang perlu di bedakan. Barangkali tidak sedikit orang yang mungkin awalnya
tidak begitu tertarik terhadap sepak bola, akan tetapi ketika pemain lapangan hijau adalah
kontingen Indonesia sendiri yang sedang melawan negara lain, maka saat itulah
fanatisme dan kegemaran menyaksikan permainan lapangan hijau itu tumbuh.
Fenomena ini secara tidak langsung mencerminkan masih
hidupnya rasa nasionalisme bangsa
Indonesia di era kekinian. Masyarakat Indonesia tidak
akan pernah rela jika rasa kebangsaannya diusik dan diganggu. Masyarakat Indonesia juga
tidak ingin darah dan harga diri bangsa ini tercecer berjatuhan, apalagi
‘direndahkan’ oleh bangsa lain.
Sepak bola memang bukanlah permainan yang diperuntukkan untuk
menjatuhkan negara tertentu. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa dari sepak bola
pulalah, harga dan martabat bangsa akan semakin tinggi. Tak ayal, olah raga ini
bisa dikategorikan sebagai salah satu piranti membangun masa depan bangsa.
Sekadar contoh, Brazil yang merupakan negara terbesar kelima terpadat penduduknya
setelah Rusia, Canada, Republik Rakyat Cina, dan Amerika Serikat Brazil sebenarnya
sangat istimewa. Tetapi, apakah lantas negara seluas 8.511.965 kilometer
persegi itu puas dengan hal tersebut? Tentu saja tidak. Popularitas Brazil di
pentas internasional tidak dibangun karena faktor luas wilayah, tetapi karena
kualitas persepak bolaannya. Barangkali jika bertanya kepada orang-orang di
belahan bumi ini dengan pertanyaan semisal, “Apa yang anda ketahui tentang Brazil ?”
Jawabannya menurut hemat penulis tidak akan jauh dari, “Brazil adalah negara hebat dalam sepak
bola”.
Dengan jawaban ini, masyarakat dunia memahami bahwa Brazil sebenarnya
bukanlah negara sempurna sebagaimana kualitas sepak bola mereka. Tetapi, justru
ketidaksempurnaan itu mereka tutupi dengan kualitas olah raga yang memiliki
peminat terbesar. Inilah fenomena sepak bola yang mampu menjadi jembatan nasionalisme.
Walaupun jenis olah raga lainnya seperti tinju, bulu tangkis, dan sebagainya juga dapat menjadi alat
mempertaruhkan jati diri bangsa, namun tidaklah sehebat sepak bola.
Rasa nasionalisme masyarakat Indonesia tidak perlu
diragukan akan luntur, justru ia sepatutnya mendapatkan pujian dan apresiasi
terutama ketika mengambil variabel sepak bola sebagai instrumen penilaiannya.
Tentu saja pikiran kita akan berdebar-debar dalam beberapa hari selanjutnya saat
final AFF antara Indonesia dan Malaysia. Tentulah masyarakat Indonesia
menginginkan agar Timnas keluar sebagai
juara. Keinginan itu semakin menggema dengan dinyanyikannya lagu-lagu simbol
nasionalisme seperti 'Garuda di Dadaku' di semua sudut di bumi persada. Akan tetapi
sekadar menyanyikan lagu pada prinsipnya tidak cukup menerjemahkan nasionalisme
yang sebenarnya. Sebab nasionalisme sejatinya bukan hanya perkataan ataupun
ungkapan melalui lisan, tetapi lebih kepada menyeruak masuk menjadi perasaan
hati. Dengan kata lain, perwujudan nasionalisme tentu harus menyentuh ke
relung-relung hati masyarakat
Indonesia, sehingga untuk menodai negeri ini dengan
berbagai tindakan tidak akan mungkin terjadi.
Sementara itu, penulis menilai bahwa masih terjadi salah kaprah dan inkonsistensi
rasa nasionalisme di negeri ini. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang
mengungkapkan kecintaan dan dukungan terhadap Timnas, namun di sisi lain ia
menodai negeri ini, misalnya dengan tindak korupsi.
Wacana nasionalisme menjadi usang ketika memerhatikan
masalah korupsi. Betapa tidak, korupsi sudah begitu terkoordinasi dan
terstruktur. Bahkan tak tanggung-tanggung, The Straits Times, salah
satu koran terkemuka di Singapura, pernah sekali memberitakan bahwa Indonesia
sebagai The Envelope Country (negara amplop). Belum lagi kasus skandal hukum, mafia pajak,
dan isu suap yang lagi menggerogoti penegak hukum bangsa Indonesia. Jika
mengingat hal itu, wacana nasionalisme sepak bola menjadi tergadaikan. Namun,
apa boleh dikata, nasi sepertinya telah menjadi bubur. Keinginan membumihanguskan
skandal korupsi tampaknya hanya menjadi sekadar keinginan semata, tak pernah
ada realisasi. Sehingga kita seperti kehilangan harapan menegakkan nasionalisme
secara universal. Kendati demikian, kita masih memiliki harapan bahwa tumbuhnya
rasa nasionalisme secara universal nantinya bisa hadir dari tontonan sepak bola ini.
Ketika Penulis menanyakan perihal alasan mengapa
muda-mudi (yang dalam hal ini adalah siswa SMA 1 Kedungwuni sebagai sample-nya) rela untuk begadang
semalaman demi mendukung Timnas Indonesia, kebanyakan dari mereka memberikan
jawaban yang sama yaitu menyadari bahwa mereka semua adalah orang Indonesia,
mereka tidak bisa menyumbang banyak untuk mengharumkan nama bangsa Indonesia dan
mungkin hanya itulah yang dapat mereka persembahkan ketika diselenggarakannya event empat tahunan tersebut. Pertanyaan
lain yang penulis kemukakan adalah apakah benar jika menonton Timnas saat
bertanding baik secara langsung maupun tidak langsung itu merupakan bagian dari
nasionalisme, kembali mereka menjawab dengan suara yang sama yaitu “benar”, lalu mereka
menambahkan alasan bahwa jiwa nasionalisme itu dapat diwujudkan tidak hanya
pada saat membela negara ini secara langsung, tetapi melalui do’a dan dukungan
untuk mereka yang bertanding saja itu sudah cukup untuk dapat di katakan
sebagai bentuk nasionalisme.
Dari beberapa pernyataan dan kenyataan, dapat penulis sampaikan bahwa rasa
nasionalisme di kalangan muda-mudi Indonesia itu masih ada dan mencapai titik
puncaknya yaitu pada saat diselenggarakannya event-event
pertandingan olah raga yang dalam hal ini adalah sepak bola. Analisa penulis disini diperkuat dengan
keluarnya hasil survey yang dilakukan oleh Lingkar Survei Indonesia (LSI)
beberapa bulan setelah event tersebut
selesai. Hasil yang dikemukakan oleh LSI sangat mengejutkan bagi masyarakat Indonesia karena menyebutkan bahwa sebanyak
92,1% publik Indonesia
merasa bangga menjadi orang Indonesia .
Nasionalisme ini pun diikutsertakan dengan kesediaan untuk turun berperang
membela negara
yang mencapai 63,1%. Bukankah ini merupakan sesuatu yang mengejutkan? Rasa
Nasionalisme bangsa Indonesia ini bahkan mengalahkan negara-negara lain di Asia
Tenggara dalam keinginan untuk membela negara masing-masing seperti Malaysia (79,3%),
Filipina (87,4%), Singapura (86,6%), dan Thailand (89,9%). Dengan demikian
nyatalah, betapa besar peranan olah raga sepak bola ini dalam membangkitkan rasa nasionalisme pemuda
Indonesia.
III.
PENUTUP
a.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
rasa nasionalisme pemuda Indonesia di era kekinian
masih ada. Salah satu bukti adalah masih adanya rasa semangat pada diri mereka untuk memberikan
dukungan kepada Timnas Indonesia ketika bertanding untuk mengharumkan nama
bangsa Indonesia.
Dari hasil kajian, ternyata euforia sepak bola merupakan salah satu kegiatan yang mampu menumbuhkan rasa
nasionalisme para pemuda Indonesia. Hal ini didasarkan pada sumber dari LSI yang menyebutkan bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia mencapai 92,1% hingga dapat mengalahkan negara-negara lain
di kawasan Asia Tenggara dalam hal keinginan untuk membela negara masing-masing
setelah terselenggaranya event empat
tahunan piala
AFF tahun 2010 lalu.
Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan rasa nasionalisme bangsa, salah satunya adalah melalui sepak
bola. Dengan kata lain sepak bola yang didalamnya
terkandung unsur euforia ternyata dapat mempersatukan masyarakat Indonesia dari
berbagai unsur, kalangan, golongan, suku, bahkan agama. Mereka semua tidak
mempersoalkan mengenai perbedaan tersebut.
b.
Saran
Melalui tulisan
ini, penulis berharap agar masyarakat Indonesia mampu
menyadari bahwa dibalik gegap gempita sepak bola ternyata terkandung sebuah
unsur yang dapat mempersatukan mereka hingga muncul satu suara yang sama yaitu
“In-do-ne-sia”. Hal tersebut dikarenakan rasa nasionalisme yang muncul tanpa
masyarakat sadari sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasnun, Anwar. 2009. Pedoman dan Petunjuk Praktis Penulisan Karya Tulis. Yogyakarta: Absolut.
http://cucuharis.wordpress.com/2010/12/29/nasionalisme-indonesia-tinggi/ (di unduh pada
tanggal 09 November 2011)
http://ilyascita.blogspot.com/2010/12/bola-dan-nasionalisme.html
(di unduh pada tanggal 09 November 2011)
BIODATA
PENULIS
Nama
|
:
|
Arif Rahman Hakim (5658)
|
Tempat Tanggal Lahir
|
:
|
Pekalongan, 13 November 1995
|
Kelas
|
:
|
XI IPA 2
|
Sekolah
|
:
|
SMA 1 Kedungwuni Kabupaten Pekalongan
|
Alamat Sekolah
|
:
|
Jalan Paesan Utara Kedungwuni Kab. Pekalongan
Kode Pos 51173
|
No. Telp. Sekolah
|
:
|
(0285) 785434
|
No. HP Peserta
|
:
|
081542368651
|
E-mail Sekolah
|
:
|
|
E-mail Peserta
|
:
|
No comments:
Post a Comment